Tuesday, September 5, 2017
DAMPAK BURUK BERTENGKAR DI DEPAN ANAK
Dlm sebuah rumah tangga yg
namanya pertengkaran mungkin saja terjadi. Sedikit selisih pendapat antara
suami istri terkadang justru dianggap sebagai bumbu dlm sebuah hubungan. Tapi
jika bertengkar tanpa mempertimbangkan waktu & tempat, bisa-bisa akibat yg
cukup fatal terjadi.
Berikut ini adalah beberapa dampak yg akan diterima sang buah hati jika
kerap melihat orang tuanya bertengkar.
1. Anak akan mengalami trauma.
Jika anak sering melihat Anda
& suami bertengkar, mereka bisa meragukan kebahagiaan & kedamaian yg
dijanjikan sebuah ikatan perkawinan. Kemungkinan terbesar, jika orang tua tdk
menyadari hal ini, anak akan mengalami trauma. Bisa jadi, setelah anak beranjak
remaja & dewasa, dia akan malas atau takut menikah, sebab dlm pikirannya
untuk apa menikah kalau nantinya selalu diisi pertengkaran.
2. Menjadi
individu minder & tidak percaya diri.
Sebab, mendengar orangtua yg
disayanginya bertengkar bisa melukai hati anak. Dia pun kerap kebingungan
menempatkan posisi di mana harus berada, membela mama atau papa? Perasaan
dilematis inilah yg kemudian mengganggu pemikirannya.
3. Mengabaikan norma yang telah dipelajari.
Sebagian besar orang tua pasti
mengajarkan anak-anaknya untuk bertatakrama, bertutur halus dan tidak berkata
kasar atau kotor. Dengan seringnya menyaksikan adu mulut antar orang tuanya,
nilai-nilai yg mereka pelajari akan mulai terabaikan.
4. Prestasi menurun di sekolah atau lingkungan luar.
Seorang anak yang orang tuanya
sering bertengkar di depannya akan cenderung tidak percaya diri & mengalami
penurunan pada prestasinya. Hal tersebut karena konsentrasinya terpecah dengan
ingatan-ingatan tentang pertengkaran orang tuanya.
Nah, dengan mengetahui hal2 di
atas, ada baiknya mulai saat ini untuk merundingkan bersama suami bagaimana
mengatur strategi saat bertengkar. Jangan sampai karena ego masing-masing,
mental dan masa depan si kecil menjadi korbannya.
Oleh: Ariyanti S
TIPS MENERAPKAN DISIPLIN PADA ANAK
Membesarkan anak tidak selalu
mudah dan orangtua perlu menggunakan metode yang efektif untuk menangani
masalah disiplin anak.
Disiplin yang baik harus melibatkan rasa hormat dan empati dalam mendidik
anak Anda.
Anak yang dibesarkan dan diberikan disiplin dengan penuh cinta kasih
biasanya akan lebih bahagia, lebih akrab, dan berperilaku lebih baik.
Berikut beberapa tips teknik
yang baik dan efektif untuk menerapkan disiplin pada anak:
TIPS #1 : Buatlah hubungan saling menghormati antara Anda dan anak.
Menghormati anak Anda akan menumbuhkan hubungan saling mencintai dan
saling percaya.
TIPS #2 : Miliki rasa
empati.
Hormati perasaan anak dan ajari mereka untuk menghormati perasaan orang
lain juga. Ajak anak berdiskusi dengan menanyakan apa yang akan orang rasakan
atas tidakan yang anak lakukan.
TIPS #3 : Kenali usia dan tahapan perkembangan anak.
Memahami tahap perkembangan anak dan mengapa anak-anak berperilaku seperti
yang mereka lakukan sangatlah penting.
Misalnya, Anda tidak bisa mengharapkan anak berumur 2 tahun untuk memahami
mengenai logika dan alasan. Oleh karena itu, pahamilah kemampuan dan disiplin
sesuai tahap perkembangan anak.
TIPS #4 : Ajak anak berbicara dari hati ke hati.
Time in, not time out. Ketika anak berperilaku tidak baik, mereka
sebenarnya ingin mengatakan sesuatu. Daripada membuat anak semakin menjauh dari
Anda, coba dekati dan tanyakan dengan lembut apa yang sedang mereka rasakan.
Dengan melakukan hal ini, Anda bisa menghilangkan perilaku nakal anak.
Anda akan belajar mengapa anak melakukan perilaku tersebut dan apa yang dapat
Anda lakukan untuk mengatasinya.
TIPS #5 : Konsisten.
Anak-anak membutuhkan konsistensi terhadap apa yang orangtua katakan
kepada mereka. Tindak lanjuti dan berusalah konsisten atas pesan atau nasehat
yang sudah Anda sampaikan kepada anak.
TIPS #6 : Mengantisipasi dan mencegah.
Ketahui apa yang bisa memicu anak rewel. Misalnya, jika Anda tahu anak
rewel pada waktu tertentu, cobalah untuk menghindari keluar pada saat itu.
Berilah anak makan sebelum pergi ke swalayan atau ke pasar untuk
menghindari mereka merengek dibelikan jajanan.
TIPS #7 : Berikan pilihan, namun tetap beri mereka batasan.
Membuat pilihan akan memungkinkan anak merasa dianggap, hingga akhirnya
anak akan lebih kooperatif.
Batasi pilihan untuk hal-hal yang Anda anggap bisa diterima, misalnya menawarkan
mereka pilihan dua makanan untuk sarapan yang Anda bersedia untuk menyiapkan
pilihan mereka.
TIPS #8 : Tekankan konsekuensi apa yang mereka terima bila melakukan
suatu tindakan.
Ada konsekuensi yang harus mereka terima terhadap tindakan yang mereka lakukan,
misalnya, ” Jika kamu mengambil mainan dari adikmu, maka kamu tidak akan
diizinkan untuk bermain di ruang bermain.”
Namun, tidak ada kompromi untuk keselamatan dan kesehatan anak. Jadi tentu
Anda tidak akan membiarkan anak membahayakan diri mereka sendiri ataupun orang
lain.
TIPS #9 : Tekankan bahwa yang tidak Anda sukai adalah perilaku anak,
bukan diri mereka.
Anak-anak sangat sensitif dan mungkin akan merasa bahwa Anda tidak
menyukai mereka, jadi tekankan pada anak bahwa perilaku mereka yang tidak Anda
sukai.
TIPS #10 : Beri pujian pada anak.
Beri pujian atau pelukan hangat ketika anak melakukan sesuatu yang baik,
bukan hanya mengkritik mereka jika melakukan sesuatu yang salah.
Hal ini akan membuat lebih seimbang dalam mengasuh dan menerapkan disiplin
pada anak.
SETIAP ANAK ADALAH PRIBADI YANG UNIK
Setiap
orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Mulai dari
pendidikan, pekerjaan, bahkan sampai dengan urusan jodoh. Namun apakah semua
keinginan orang tua untuk membuat anak-anak mereka menjadi yang terbaik sudah
sesuai dengan keinginan anak?
Pada
dasarnya setiap anak adalah pribadi yang unik, mereka mempunyai keunikan
masing-masing. Setiap anak mempunyai keunggulan baik dalam pengetahuan,
keterampilan, maupun perilaku. Alex yang berhasil meraih juara olimpiade
matematika dikatakan pandai. Maya yang mahir menari juga termasuk anak yang
pandai. Budi yang berhati baik, mau berbagi, dan mempunyai simpati yang lebih
pada sesama juga dikatakan pandai. Ketiga anak tersebut semuanya bisa dikatakan
pandai, hanya saja kepandaian mereka berada dalam bidang yang berbeda. Sekali
lagi, setiap anak bisa saja unggul dalam pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku.
Namun,
kebanyakan yang menjadi perhatian orang tua di Indonesia adalah kepandaian di
bidang pengetahuan. Ada beberapa orang tua yang sudah mengenalkan berbagai
macam pengetahuan kepada anak sejak usia dini, ketika anak masuk jenjang
pendidikan PAUD atau TK, misalnya pengetahuan membaca, berhitung, les bahasa
asing, dan sebagainya. Semua itu memang baik untuk perkembangan anak, namun
jangan lupakan juga kemampuan anak untuk menerima semua pengetahuan itu.
Setiap
anak mempunyai kapasitas yang berbeda. Satu anak bisa saja berhasil, namun anak
yang lain belum tentu bisa mengikuti. Jika orang tua sadar anaknya tidak bisa
mengikuti, ada baiknya untuk mengurangi porsi pemberian pengetahuan itu. Jangan
sampai anak dipaksakan karena akan berdampak buruk bagi perkembangan anak ke
depannya. Jangan lupakan bahwa tujuan PAUD atau TK adalah untuk membuat anak
bergembira, belajar bersosialisasi dengan teman, belajar mengenal lingkungan,
belajar menghormati guru dan orang tua.
Bisa
dikatakan bahwa jejang pendidikan PAUD atau TK adalah mengedepankan kepandaian
dalam bidang perilaku dan bisa juga untuk mengetahui minat dan bakat anak sejak
usia dini.
Ketika
anak mulai beranjak dewasa, mereka mulai menunjukan kelebihannnya dan disadari
atau tidak orang tua juga mulai banyak menuntut kepada anaknya. Ketika nilai
pelajaran seni lebih bagus daripada nilai matematika, maka orang tua akan
berusaha untuk membuat nilai matematika anak menjadi lebih baik. Sebaliknya,
jika nilai matematika lebih baik daripada nilai seni, jarang ada orang tua yang
menuntut anak supaya les khusus untuk pelajaran seni.
Ada
lagi seorang anak yang nilai seni maupun matematika kurang, tapi banyak
teman-temannya yang senang dan nyaman jika bergaul dengannya. Hal ini karena si
anak adalah pribadi yang menarik, baik, dan suka membantu teman-temannya. Namun
di mata orang tuanya, si anak tetap saja dianggap anak yang kurang pandai
gara-gara nilai pelajarannya tidak bagus. Padahal kebaikan hati adalah salah
satu kelebihan yang luar biasa. Sangat disayangkan tentunya jika
kelebihan-kelebihan anak tidak dapat dimaksimalkan hanya karena tuntutan orang
tua.
Terkadang
orang tua punya standar kesuksesan sendiri untuk anaknya. Mereka beranggapan
jika anak sesuai dengan pilihan orang tua sudah tentu kehidupannya akan
berhasil dan sukses. Misalnya saja orang tua ingin anaknya menjadi seorang PNS,
sebuah pekerjaan yang keren dan membanggakan di masyarakat, setiap bulan
mendapatkan gaji tetap, mendapatkan jaminan uang pensiun. Namun kenyaman
menjadi seoarang PNS belum tentu dirasakan oleh anak.
Bisa
saja anak tidak senang jika menjadi PNS. Menurut si anak, ia merasa tidak bisa
berkembang jika menjadi PNS, ia ingin pekerjaan yang lebih menantang, ia ingin
menghadapi banyak resiko, karena dengan begitu ia akan mendapatkan sebuah
kepuasan jika mampu menghadapi dan menyelesaikan setiap tantangan dan resiko
tersebut. Ia ingin merasakan sari pati kehidupan, karena dengan demikian ia
merasa mampu berkembang dan menguji batas kemampuan dirinya. Hal ini mungkin
oleh sebagian orang dianggap aneh, tapi sekali lagi yang perlu diingat bahwa
setiap anak adalah pribadi yang unik.
Jika
idealisme orang tua dan anak sudah berbeda, lalu siapa yang harus mengalah?
Jika orang tua yang mengalah, mereka masih bisa terus mengawasi anak mereka dengan
memberikan perhatian, dukungan, doa agar anak bisa sukses dengan pilihannya.
Jika anak yang harus mengalah, ini bisa saja dianggap sebagai bentuk tanda
bakti kepada orang tua yang sudah membesarkannya. Meskipun bisa saja dari luar,
dari pandangan orang tua maupun masyarakat si anak bisa sukses, tapi siapa tahu
hati si anak terasa beku. Tidak ada daya semangat saat bekerja. Ia hanya
bekerja sebagai bentuk kewajiban.
Semua
pilihan pasti ada tantangan dan resikonya, tinggal bagaimana kita menghadapi
dan menyelesaikan setiap tantangan dan resiko yang sudah dipilih. Mengutip
nasihat dari orang tua kepada anaknya di salah satu anime Jepang, "Aku
tahu kamu tidak seperti anak yang lain. Kamu tidak bisa menguasai ilmu ninjutsu
maupun genjutsu. Kamu hanya bisa menguasai ilmu taijutsu. Maka jangan berkecil
hati, ayah tetap bangga padamu. Berusahalah untuk mengembangkan ilmu
taijutsumu. Maka aku yakin suatu saat kamu akan menjadi master taijutsu yang
hebat."
MENGETAHUI BAKAT & POTENSI
Mengetahui BAKAT dan POTENSI yang sesungguhnya dari Anda dan keluarga merupakan 1 langkah awal dalam merencanakan dan merancang masa depan Anda dan keluarga yang lebih sesuai. Hal ini akan sangat berpengaruh pada pengembangan minat dan karir serta secara finansial, baik saat merencanakan maupun pada saat Anda bekerja. Sejauh mana Anda dapat menyukai dan berhasrat untuk mengembangkan profesi yang Anda jalani jika ternyata bukan itu BAKAT yang Anda miliki sejak lahir?
Dengan metode Fingerprint Test yang telah dipelajari dan teruji oleh para ahli di dunia, kami mencoba membantu para orang tua, guru, murid, serta para eksekutif muda yang tidak hanya ingin sukses namun dapat mengembangkan karir sesuai dengan potensi atas bakat yang telah dimiliki sejak lahir, yang tentunya akan dirancang sesuai dengan pola berpikir dan belajar yang sesungguhnya telah dimiliki tersebut.
Ingin tahu lebih jauh tentang Bakat & Potensi Anda, atau tentang Fingerprint Analysis?
Segera hubungi kami melalui email di:
- ujibakatanda@gmail.com
atau hubungi kami melalui WA / SMS / telepon di : 0818 0245 5119.
Segera hubungi kami melalui email di:
- ujibakatanda@gmail.com
atau hubungi kami melalui WA / SMS / telepon di : 0818 0245 5119.
Kami siap membantu Anda dengan segenap hati.
Salam,
SULIT KONSENTRASI DAN GAYA BELAJAR
Dari cara memasukkan
informasi ke dalam otak, melalui lima indera, kita mengenal ada lima gaya
belajar: visual (penglihatan), auditori (pendengaran), tactile/kinestetik
(perabaan/gerakan), olfaktori (penciuman), dan gustatori (pengecapan).
Sebenarnya masih ada satu lagi cara memasukkan informasi ke otak yaitu melalui
pikiran atau imajinasi. Namun ini jarang atau hampir tidak pernah dibahas di
literatur yang pernah saya baca atau pelajari.
Dalam konteks belajar
bahan ajar, yang paling sering digunakan hanya tiga cara yaitu visual (27%),
auditori (34%), dan tactile/kinestetik (39%). Apa saja yang perlu diketahui
orangtua dan guru mengenai gaya belajar ini?
Biasanya kita punya
dua gaya belajar dominan. Misalnya, visual dan auditori, atau visual dan
tactile/kinestetik, atau auditori dan tactile/kinestetik. Namun, ada juga yang
dominan hanya di satu gaya belajar.
Anak visual belajar
dengan cara melihat, membaca, baik itu buku, brosur, internet, poster, mindmap,
atau apa saja yang dapat dilihat atau dibaca. Anak ini dapat duduk diam
memerhatikan guru atau orangtua, dan cenderung suka mencoret-coret.
Anak auditori belajar
dengan pendengaran, lebih suka dengar cerita daripada membaca sendiri. Anak
tipe ini yang biasanya suka belajar sambil ditemani ibunya. Ibu membacakan
materi pelajaran, anak duduk santai atau berbaring, dan ia belajar dengan
mendengar. Dan saat dites, ia bisa. Anak auditori biasanya butuh kondisi tenang
untuk dapat belajar. Bila belajar sendiri, ia akan membaca dengan mengeluarkan
suara agar dapat mendengar apa yang ia pelajari.
Anak
tactile/kinestetik belajar melalui gerakan, sentuhan, berjalan, dan mengalami.
Anak ini yang biasanya dicap sebagai anak hiperaktif karena tidak bisa duduk
diam dalam waktu lama. Cara belajar efektif untuk anak ini melibatkan gerakan
seperti manipulasi objek, membuat model, menggunting, menggarisbawahi,
membuat mindmapping,
atau apa saja yang mengandung gerak. Bila mereka tidak mendapat kesempatan
bergerak dan dipaksa duduk diam, pikirannya yang akan bergerak ke sana ke mari.
Dan ini yang disebut dengan tidak bisa konsentrasi.
Dari tiga jenis gaya
belajar, dapat disimpulkan bahwa yang paling berpontensi menjadi anak
“bermasalah” di sekolah adalah anak kinestetik karena sulit duduk diam. Guru
mengajar dengan cara visual dan auditori. Ini tidak dapat mengakomodasi
kebutuhan gerak anak kinestetik. Bila anak banyak bergerak, guru biasanya akan
menegur atau memarahi si anak dan akhirnya beri label “hiperaktif”, “sulit
konsentrasi”, “ADD” atau “ADHD”. Semakin anak diminta diam memerhatikan
pelajaran, semakin ia merasa gelisah. Konsentrasinya digunakan untuk
mengendalikan tubuhnya supaya tidak bergerak, agar tidak dimarahi guru, dan
bukan untuk memerhatikan pelajaran.
Solusinya? Beri anak
kesempatan untuk bergerak saat belajar atau memasukkan informasi ke dalam
otaknya. Jangan paksa anak duduk diam, tidak boleh bergerak, apalagi dalam
waktu lama. Dalam belajar, libatkan anak dalam aktivitas banyak gerak.
sumber: http://www.adiwgunawan.com/articles/mengapa-anak-sulit-konsentrasi
Subscribe to:
Posts (Atom)